Kembali kepada Diri Sendiri: Membangun Kepercayaan Diri yang Tidak Bergantung pada Apresiasi dari Manusia [Beropini (29)]

Judul artikel ini saya ambil dari observasi "Insecurity yang mulai menjalar ke generasi muda saat ini". Kembali kepada Diri Sendiri: Membangun Kepercayaan Diri yang Tidak Bergantung pada Apresiasi dari Manusia. 
Siapa yang gak pernah merasa insecure ? Pasti kita semua pernah merasakannya, tanpa terkecuali.

Bahkan, fenomena saat ini dimana semua bentuk pencapaian mesti dan harus diketahui oleh orang melalui postingan yang selalu menghiasi explore instagram dan kawan-kawannya.

Kita sadar gak sih, kalau sebenernya, berawal dari rasa "kesenangan dari pujian dan like orang di media sosial", kita jadi individu yang narsistik. Emang gak salah kalau mau mengapresiasi diri, wajar-wajar aja kok. Karena pada dasarnya setiap orang punya caranya masing-masing buat menunjukan "ke-aku-annya", bahkan saat di real life tidak mendapatkannya, ia bisa mencari di dunia maya.

Harus saya akui, bahwa banyak diantara kita merasa lebih dihargai dan diapresiasi melalui berbagai postingan di media sosial. Bahkan, saat dua orang berpapasan mungkin untuk membicaraan keberhasilan agaknya sudah terwakilkan dari "update status" yang terpasang 7 hours ago ya..

Dari kesenangan dan pujian inilah, rasa percaya diri didasarkan pada seberapa banyak kunjungan dan update-an yang kita posting. Secara gak sadar, hal ini bisa menjadi boomerang buat sebagian kita lho.

Merasa bahwa kepercayaan diri muncul saat semua harus melihat daily activity kita yang bahkan sebenernya orang lain hanya "kepo" saja, rasa kagum itu hanya kamu yang rasa.


Pernah gak sih, kalian jadi orang berbeda antara dunia nyata dan di dunia maya. Ada beberapa kasus dimana orang yang banyak bicara kadang sedikit jarang di media sosial bahkan cenderung susah untuk dikirimi pesan. Tapi ada juga orang yang pendiam, saat ngobrol chat bisa nulis ratusan karakter semalaman.

Yuk, kita bisa mengontrol apa-apa yang ada di dunia  maya. Jangan sampai, arus yang tidak terkendali ini justru menyeret kita untuk menggunggulkan diri sendiri dan mengabaikan "rasa tenang" yang harusnya kita dapatkan.

Mudah-mudahan semakin banyak informasi, menjadikan kita semakin bijak, karena ribuan hal tercipta di setiap detiknya. DETIK ini kita bisa marah, detik berikutnya kita bisa menangis. Korelasi bahagia dan kecewa kadang seperti membalikan telapak tangan, secepat itu lahir dan hilang.


Posting Komentar

0 Komentar

Postingan Unggulan